Teks Eksposisi
Definisi
Eksposisi biasa digunakan seseorang untuk menyajikan
gagasan. Gagasan tersebut dikaji oleh penulis atau pembicara berdasarkan sudut
pandang tertentu. Untuk menguatkan gagasan yang disampaikan, penulis atau
pembicara harus menyertakan alasan-alasan logis. Dengan kata lain, ia
bertanggung jawab untuk membuktikan, mengevaluasi, atau mengklarifikasi
permasalahan tersebut.
Bentuk teks ini biasa digunakan dalam kegiatan ceramah,
perkuliahan, pidato, editorial, opini, dan sejenisnya.
Membedakan Fakta dan Opini
Dalam menyampaikan argumen, pembicara atau penulis dapat
menggunakan fakta dan alasan-alasan yang logis. Fakta-fakta disajikan dalam
kalimat fakta, sedangkan alasan yang logis disajikan dalam kalimat opini.
Coba kamu contoh kalimat-kalimat berikut ini.
Kalimat fakta:
Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia hingga tanggal 13 mei 2013 mencatat ada
158.812 narapidana dan tahanan di Indonesia, yang 51.899 orang di antaranya
terkait kasus narkoba.
Kalimat opini:
Sebagai generasi muda, calon penerus perjuangan bangsa, sudah seharusnya kita
menyiapkan diri menjadi generasi yang berkualitas.
Kalimat fakta
|
Kalimat opini
|
Sebagai contoh, setiap tahun di
negara kita diperkirakan terjadi penebangan hutan seluas 3.180.243 ha (atau
seluas 50 kali luas kota Jakarta). Hal ini juga diikuti oleh punahnya flora
dan fauna langka.
|
Dari hal itu dapat dibayangkan
betapa besar kerusakan alam yang terjadi karena jumlah populasi yang besar,
konsumsi sumber daya alam dan polusi yang meningkat, sedangkan teknologi saat
ini belum dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
|
Para ahli menyimpulkan bahwa
masalah tersebut disebabkan oleh praktik pembangunan yang tidak memperhatikan
kelestarian alam, atau disebut pembangunan yang tidak berkelanjutan.
|
Seharusnya, konsep pembangunan
adalah memenuhi kebutuhan manusia saat ini dengan mempertimbangkan kebutuhan
generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
|
Pada tahun 2005 - 2006 tercatat
terjadi 330 bencana banjir, 69 bencana tanah longsor, 7 bencana letusan
gunung berapi, 241 gempa bumi, dan 13 bencana tsunami.
|
Bencana alam lain yang
menimbulkan jumlah korban banyak terjadi karena praktik pembangunan yang
dilakukan tanpa memerhatikan potensi bencana.
|
|
|
||||
|
|
3.
Menggunakan kata Afiksasi (berimbuhan).
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses
pembentukan kata dengan cara pemberian imbuhan baik berupa awalan (prefiks),
sisipan (infiks), akhiran (sufiks) afiks gabung, maupun konfiks.
4.
Menggunakan kata verba (kata kerja)
Berdasarkan jenis predikatnya ada dua jenis kalimat yaitu (1) kalimat
verbal yakni kalimat yang perdikatnya berwujud KK atau frasa benda dan (2)
sedangkan kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya selain kata kerja.
Berikut diuraikan tentang pembagian kalimat verbal.
·
Kalimat aktif transitif (ekatransitif) harus
mempunyai Obyek.
Contoh: Ia membaca
buku pelajaran. (S P O)
·
Kalimat dwitransitif yaitu kalimat yang
membutuhkan kehadiran obyek dan pelengkap.
Contoh: Ibu menjahitkan adik saya baju baru. (S P O Pel)
·
Kalimat semitransitif yaitu yang boleh diikuti
obyek boleh juga tidak.
Contoh : Adik menulis atau Adik menulis cerita. (S P , S P O )
·
Kalimat aktif intransitf yaitu kalimat yang
tidak menggunakan obyek.
Wujudnya bisa:
a. S-P : Adik tidur siang.
b. S-P-Pel (Pel wajib hadir) : Polisi bersenjatkan pistol.
c. S-P-Pel (Pel boleh ada, boleh tidak) : Ayah berdagang atau Ayah
berdagang buah-buahan.
·
Kalimat Pasif
Ada dua jenis Predikat kalimat pasif (1) KK berimbuhan ter-, ke-an, atau
–di, dan (2) pasif persona yaitu gabungan kata ganti dan kata kerja.
Contoh : Adik dimarahi ibu.
Buku ini aku pinjam (S= buku ini, P = aku pinjam). P-nya pasif persona.
Kalimat nominal berperdikat selain KK, berarti dapat berwujud KB/FB,
KS/FS, Kbil/FBil, atau F.Prep.
Contoh: Ibunya seorang guru (P= FB)
Adikku cantik sekali. (P = FS)
Kambingku lima ekor. (P = F.Bil.)
Ia
di sana. (P= F.Prep.)
Contoh Teks Eksposisi
Upaya Melestarikan Lingkungan Hidup
Permasalahan seputar lingkungan hidup selalu terdengar
mengemuka. Kejadian demi kejadian yang dialami di dalam negeri telah memberi
dampak yang sangat besar. Tidak sedikit kerugian yang dialami, termasuk nyawa
manusia juga. Namun, hal yang perlu dipertanyakan, apakah pengalaman tersebut
sudah cukup menyadarkan manusia untuk melihat kesalahan dalam dirinya? Ataukah
manusia justru merasa lebih nyaman dengan sikap menghindar dan menyelamatkan
diri dengan tidak memberikan solusi yang lebih baik dan lebih tepat lagi?
Banyak usaha yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam
upaya pelestarian lingkungan hidup. Upaya yang dimaksud adalah upaya
rekonsiliasi, perubahan konsep atau pemahaman tentang alam dan menanamkan
budaya pelestari.
Upaya Rekonsiliasi
Kerusakan lingkungan hidup dan efeknya terus berlangsung dan
terjadi. Manusia cenderung untuk menangisi nasibnya. Lama-kelamaan tangisan
terhadap nasib itu terlupakan dan dianggap sebagai embusan angin yang berlalu.
Bekas tangisan karena efek dari kerusakan lingkungan yang dialaminya hanya
tinggal menjadi suatu memori untuk dikisahkan. Namun, perlu diingat bahwa
tidaklah cukup jika manusia hanya sebatas menangisi nasibnya, tetapi pada
kenyataannya tidak pernah sadar bahwa semua kejadian tersebut adalah hasil dari
suatu perilaku dan tindakan yang patut diperbaiki dan diubah.
Setiap peristiwa dan kejadian alam yang diakibatkan oleh
kerusakan lingkungan hidup merupakan suatu pertanda bahwa manusia mesti sadar
dan berubah. Upaya rekonsiliasi menjadi suatu sumbangan positif yang perlu
disadari. Tanpa sikap rekonsiliasi, kejadian-kejadian alam sebagai akibat
kerusakan lingkungan hidup hanya akan menjadi langganan yang terus-menerus dialami.
Lalu, usaha manusia untuk selalu menghindarkan diri dari
akibat kerusakan lingkungan hidup tersebut hendaknya bukan dipahami sebagai
suatu kenyamanan saja. Akan tetapi, justru kesempatan itu menjadi titik tolak
untuk memulai suatu perubahan. Perubahan untuk dapat mencegah dan
meminimalisasi efek yang lebih besar. Jadi, sikap rekonsiliasi dari pihak
manusia dapat memungkinkannya melakukan perubahan demi kenyamanan di
tengah-tengah lingkungan hidupnya.
Perubahan Konsep Manusia Tentang Alam
Salah satu akar permasalahan seputar kerusakan lingkungan
hidup adalah terjadinya pergeseran pemahaman manusia tentang alam. Berbagai
fakta kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di tanah air adalah hasil dari
suatu pergeseran pemahaman manusia tentang alam. Cara pandang tersebut
melahirkan tindakan yang salah dan membahayakan. Misalnya, konsep tentang alam
sebagai objek. Konsep ini memberi indikasi bahwa manusia cenderung untuk
mempergunakan alam seenaknya. Tindakan dan perilaku manusia dalam
mengeksplorasi alam terus terjadi tanpa disertai suatu pertanggungjawaban bahwa
alam perlu dijaga keutuhan dan kelestariannya.
Banyak binatang yang seharusnya dilindungi justru menjadi
korban perburuan manusia yang tidak bertanggung jawab. Pembalakan liar yang
terjadi pun tak dapat dibendung lagi. Pencemaran tanah dan air sudah menjadi
kebiasaan yang terus dilakukan. Polusi udara sudah tidak disadari bahwa di
dalamnya terdapat kandungan toksin yang membahayakan. Jadi, alam merupakan
objek yang terus menerus dieksploitasi dan dipergunakan manusia.
Berdasarkan
kenyatan demikian, diperlukan suatu perubahan konsep baru. Konsep yang dimaksud
adalah melihat alam sebagai subjek. Konsep alam sebagai subjek berarti manusia
dalam mempergunakan alam membutuhkan kesadaran dan rasa tanggung jawab. Di sini
seharusnya manusia dalam hidupnya dapat menghargai
dan mempergunakan alam secara efektif dan bijaksana. Misalnya, orang Papua
memahami alam sebagai ibu yang memberi kehidupan. Artinya alam dilihat sebagai
ibu yang darinya manusia dapat memperoleh kehidupan. Oleh karena itu, tindakan
merusak lingkungan secara tidak langsung telah merusak kehidupan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar